Di antara perkataan a-immatussalaf kepada anaknya adalah:

يا بني لأن تتعلم باباً من الأدب أحب إليَّ من أن تتعلم سبعين باباً من أبواب الفقه

“Wahai anakku satu bab kamu pelajari tentang adab maka itu jauh lebih aku cintai daripada kamu pelajari tujuh puluh bab dari fiqih (dari ilmu).”

[Diriwayatkan oleh Al-Imam Ibnu Jama’ah rahimahullah bahwa mereka (as-salafush shalih) melakukan rihlah (perjalanan) untuk mempelajari adab selama dua puluh tahun lamanya, kemudian mereka rihlah mencari ilmu selama sepuluh tahun.]

2010-07-17

Renungkanlah Kaidah Ini, Saudariku...


إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له من يضلل فلا هاديله، وأشهد أن لا إلـه إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله.
Segala puji bagi Allah, kita memujinya, memohon pertolongan dan ampunan kepadaNya kita berlindung kepada Allah dari kejahat...an diri kita dan kejelekan amalan-amalan kita, barangsiapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya hidayah. Aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah dengan benar kecuali hanya Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya, dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam adalah hamba dan utusan Allah.

يأيها الذين ءامنوا اتقوا الله حق تقاته، ولاتموتن إلاوأنتم مسلمون۝
“Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan Islam.” (QS. Ali ‘Imran : 102)

يأيهاالناس اتقواربكم الذى خلقكم من نفس وحدة وخلق منهازوجها وبث منهمارجالاكثيرا ونساءۚ واتقوا الله الذى تساءلون به والأرحامۚ إن الله كان عليكم رقيبا۝
“Wahai manusia, bertaqwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakanmu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya, dan daripadanya keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (menggunakan) NamaNya kamu saling meminta satu sama lain dan (peliharalah) hubungan silahturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.” (QS. An-Nisa’ :1)

يأيهاالذين ءامنوا اتقوا الله وقولوقولاسديدا۝ يصلح لكم أعملكم ويغفرلكم ذنوبكمۗ ومن يطع الله ورسوله، فقدفازفوزاعظيما۝
“Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlah dengan perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu sosa-dosamu dan barangsiapa mentaati Allah dan RasulNya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.”
(QS. Al-Ahzaab : 70-71)


Amma ba’du :
فإن أصدق الحديث كتاب الله وخير الهدي هدي محمد صلى الله عليه وسلم، وشرالأمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة فيالنار.

“Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan dalam agama, setiap yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat dan setiap kesesatan itu ditempatnya di Neraka.”

*Khutbah ini dinamakan khutbatul haajah, yaitu khutbah pembuka yang biasa dipergunakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam untuk mengawali setiap majelisnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga mengajarkan khutbah ini kepada para Sahabatnya. Khutbah ini diriwayatkan dari enam Sahabat Nabi Shallallahu ‘alahi wa Sallam . Diriwayatkan oleh Imam Ahmad (I/392-393), Abu Dawud (no. 1097, 2118), an-Nasa-I (III/104-105), at-Tirmidzi (no. 1105), Ibnu Majah (no. 1892), al-Hakim (II/182-183), ath-Thayalisi (no. 336), Abu Ya’la (no. 5211), ad-Darimi (II/142) dan al-Baihaqi (III/214, VII/146), dari Sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. Hadits ini shahih.



Seringkali menemukan orang yang melakukan
"pembenaran" bukannya mencari "kebenaran" menggunakan dalil shahih tapi tak bisa menempatkannya, maka disinilah perlunya kita untuk merujuk pada ijma salafush shalih. Berapa banyak orang yang paham tapi salah dlm menerapkannya? so, tindakan kehati-hatian u/ menghindari masalah khilafiyyah di antara ulama, lebih selamat Insya Allah.

Ada sebuah kaidah yg perlu diingat ttg kaidah sadduz dzariah nya ibnu qayyim => kaidah dzara'i (wasilah/sarana memiliki hukum tujuan)
kaidah yang disebutkan Ibnul Qayyim di bawah ini (dalam kitab إغاثة اللهفان من مصايد الشيطان / Ighatsatul lahfaan min Mashaayidis-Syaithaan )

الشارع حرم الذرائع و إن لم يقصد بها المحرم لإفضائها إليه
Syariat mengharamkan segala sarana yang bisa mengantarkan pada hal yang haram, meskipun ketika memanfaatkan sarana tersebut “TIDAK DINIATKAN UNTUK BERBUAT HARAM“.

Karena DALIL SYAR'I adalah Allah berfirman… Rasulullah bersabda… BUKAN ustadz berkata….

Jangan ikuti ustadz, kecuali kalau membawa dalil…
karena…

وإذا الدعاوى لم تقم بدليلها بــ النص فهي على السفاه دليل
Jika para pendakwa tidak menopang argumentasinya dengan nash
Maka dia berada di atas selemah-lemahnya dalil

Renungkanlah kaidah di atas….
Agar kita bisa senantiasa berjalan di atas ilmu…
Jangan sampai kita merasa berilmu…
Namun ternyata kita bermaksiat tanpa kita sadari…

* tentang kaidah ini pun sempat dijelaskan oleh ustadzuna saat pembahasan kitab bulughul maram, tentang hadits:

Dan dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
"Diantara dosa-dosa besar adalah seorang yang memaki kedua orang tuanya." Dikatakan: "Dan apakah ada seseorang yang mencaci kedua orang tuanya?" Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Ya, ada yaitu seorang yang mencaci ayah seseorang, sehingga orang lain mencaci ayahnya. Dan seorang yang mencaci ibunya lalu (dibalas) oleh orang lain mencaci ibunya." Muttafaq alaih.
[SHAHIH: Diriwayatkan oleh Bukhari (5973) dalam Al-Adab, Muslim (90) dalam Al-Iimaan, Tirmidzi (1902), Abu Dawud (5141), Ahmad (6493)].


Fawaid dari hadits di atas, yaitu:
  1. Wajib berbuat baik pada orang tua dan berkata lemah lembut.
  2. Durhaka pada orang tua adalah dosa besar.
  3. Tidak boleh seorang anak berkata keji kepada kedua orang tua.
  4. Haram hukumnya seseorang mencaci maki orang tuanya.
  5. Mencaci maki orang tua orang lain sama dengan mencaci orang tua sendiri karena orang lain akan membalas caciannya.
  6. Sebagai asal/prinsip dari mencegah seseorang dari suatu yang haram.

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa:
Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
"Allah melaknat orang yang melaknat (mencaci) bapaknya, Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah, Allah melaknat orang yang melindungi muhdits (pelaku kejahatan; pembuat perkara baru dalam agama), Allah melaknat orang yang merubah tanda (batas) tanah."
[HR. Muslim (no. 1978) dari shahabat Ali bin Abi Thalib]

Disebutkan dalam QS. Al-An'am: 108.

وَلا تَسُبُّوا الَّذينَ يَدعونَ مِن دونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدوًا بِغَيرِ عِلمٍ ۗ كَذٰلِكَ زَيَّنّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُم ثُمَّ إِلىٰ رَبِّهِم مَرجِعُهُم فَيُنَبِّئُهُم بِما كانوا يَعمَلونَ

"Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan."

Syaikh As-Sa'di menjelaskan tentang hal itu bahwa Allah melarang orang-orang mukmin tentang suatu yang hukumnya boleh/mansukh (seperti mencaci sesembahan/berhala org2 musyrikin) tapi hal ini bisa menjadi jalan orang-orang musyirikin mencaci Allah, maka hal ini tidak boleh.

Disinilah berlaku kaidah dzara'i => wasilah/sarana memiliki hukum tujuan.


Bagaimanakah metode para salafush shalih dalam memahami dalil??

~ Para sahabat LEBIH MENGUTAMAKAN dalil dibanding ro'yu => dalil qu'ran & hadits shahih adalah segala-galanya bagi mereka.

Para sahabat tidak pernah FANATIK pada madzhab/salah seorang dari ulama mereka. Munculnya fanatik madzhab setelah adanya kitab-kitab mereka, sedangkan mereka -rahimahullah- tidak pernah membentuk madzhab agar orang-orang fanatik pada madzhab.

Imam Malik rahimahullah berkata: Setiap pendapat orang boleh dibuang, kecuali pendapat/perkataan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Abdullah bin Mas'ud berkata: Apabila manusia senantiasa di atas kebaikan selama ilmu itu berasal dari para sahabat & kibar ulama. Jika ilmu itu berasal dari ahlul bid'ah, maka binasalah.

~Bagaimana keadaan kalian apabila fitnah telah melanda kalian dimana orang yang besar maupun yang kecil (orang tua renta maupun anak kecil) tumbuh di atas fitnah dan fitnah itu dianggap sunnah oleh orang-orang. Apabila fitnah itu diubah, orang-orang berkata telah merubah sunnah. Apakah fitnah tersebut? yaitu..... BID'AH!!!!~

Para sahabat begitu taslim (berserah diri) dalam menerima nash-nash qur'an & sunnah => sami'na wa atho'na.

Salah seorang sahabat berkata:
"Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melarang kami dari suatu perkara yang cukup bermanfaat bagi kami, namun mentaati Allah dan Rasul-Nya lebih bermanfaat bagi kami."

Para sahabat tidak pernah menolak hadits dengan akalnya, bila menolak hadits itu pun dengan hadits lain (yang berbeda ijtihad & lebih rajih).

Setiap dalil syariah prakteknya HARUS mengikuti prakteknya para sahabat. Maka bila ada hadits namun tidak sesuai dengan para sahabat, jangan diikuti => tolak dengan cara para sahabat. Maka, lihat haditsnya apakah sanadnya tersambung pada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ataukah tidak?

SUNNAH => yang diminta/dianjurkan untuk melaksanakannya & yang meninggalkannya berhak dicela. (karena banyak org2 sekarang berpendapat bhw sunnah adalah sesuatu yg dikerjakan mendapat pahala, sedangkan ditinggalkan tidak apa-apa, subhanallah!)

---wallahu a'lam---

Sebuah renungan yg begitu berharga, semoga kita senantiasa berusaha untuk mengikuti para salafush shalih terutama dalam memahami dalil...amin...


Menjelang Ashar
di Istana Coklatku yang sumpek
-Ummu Zahratin Nisa Lathifah-

0 comments:

Abul Qa’qa’ mengatakan

و من هنا ينبغي للمرء أن يبحث له عن زميل صالح, و خل جاد ناصح, بحيث يكونان متلازمين في أغلب الأوقات, و يحث كل منهما صاحبه على الطلب و التحصيل, و يشد كل منهما من أزر الآخر و يسد كل منهما الآخر إن أخطأ, و يعينه و يحفزه إن أصاب و وفق, و يغيب كل منهما للآخر ما حفظه من العلم, و يقرآن سوياً, و يراجعان سويا, و يبحثان المسائل, و يحققا سويا

“Seseorang harus mencari kawan yang shalih, rajin dan suka menasehati, agar (ia) selalu bisa bersamanya pada sebagian besar waktunya, saling memotivasi dalam belajar dan saling menguatkan semangat sesamanya, mengingatkannya bila ia salah, dan mendukungnya bila ia benar dan mengevaluasi apa yang telah ia hafal, baca, diskusikan, dan kaji tentang sebuah permasalahan dengan selalu bersama-sama."

[كيف تتحمس لطلب العلم الشرعي/Kaifa Tatahammas Li Thalabil ‘Ilmi Asy-Syar’i/. محمد بن صالح بن إسحاق الصيعري / Muhammad ibn Shalih ibn Ishaq Ash-Shi’ri /. 1419 H. فهرسة مكتبة الملك فهد الوطنية أثناء النشر /Fahrasah Maktabah Al-Malik Fahd Al-Wathaniyyah Ats-naa`a An-Nasyr.]