Di antara perkataan a-immatussalaf kepada anaknya adalah:

يا بني لأن تتعلم باباً من الأدب أحب إليَّ من أن تتعلم سبعين باباً من أبواب الفقه

“Wahai anakku satu bab kamu pelajari tentang adab maka itu jauh lebih aku cintai daripada kamu pelajari tujuh puluh bab dari fiqih (dari ilmu).”

[Diriwayatkan oleh Al-Imam Ibnu Jama’ah rahimahullah bahwa mereka (as-salafush shalih) melakukan rihlah (perjalanan) untuk mempelajari adab selama dua puluh tahun lamanya, kemudian mereka rihlah mencari ilmu selama sepuluh tahun.]

2011-08-16

^MENJADI WANITA DAMBAAN ISLAM^ (bagian 1)


إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له من يضلل فلا هاديله، وأشهد أن لا إلـه إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله
Segala puji bagi Allah, kita memujinya, memohon pertolongan dan ampunan kepadaNya kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kita dan kejelekan amalan-amalan kita, barangsiapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya hidayah. Aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah dengan benar kecuali hanya Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya, dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam adalah hamba dan utusan Allah.

يأيها الذين ءامنوا اتقوا الله حق تقاته، ولاتموتن إلاوأنتم مسلمون۝
“Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan Islam.” (QS. Ali ‘Imran : 102)

يأيهاالناس اتقواربكم الذى خلقكم من نفس وحدة وخلق منهازوجها وبث منهمارجالاكثيرا ونساءۚ واتقوا الله الذى تساءلون به والأرحامۚ إن الله كان عليكم رقيبا۝
“Wahai manusia, bertaqwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakanmu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya, dan daripadanya keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (menggunakan) NamaNya kamu saling meminta satu sama lain dan (peliharalah) hubungan silahturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.” (QS. An-Nisa’ :1)

يأيهاالذين ءامنوا اتقوا الله وقولوقولاسديدا۝ يصلح لكم أعملكم ويغفرلكم ذنوبكمۗ ومن يطع الله ورسوله، فقدفازفوزاعظيما۝
“Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlah dengan perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu sosa-dosamu dan barangsiapa mentaati Allah dan RasulNya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (QS. Al-Ahzaab : 70-71)

Amma ba’du :
فإن أصدق الحديث كتاب الله وخير الهدي هدي محمد صلى الله عليه وسلم، وشرالأمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة فيالنار.
“Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan dalam agama, setiap yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat dan setiap kesesatan itu ditempatnya di Neraka.”

*Khutbah ini dinamakan khutbatul haajah, yaitu khutbah pembuka yang biasa dipergunakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam untuk mengawali setiap majelisnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga mengajarkan khutbah ini kepada para Sahabatnya. Khutbah ini diriwayatkan dari enam Sahabat Nabi Shallallahu ‘alahi wa Sallam . Diriwayatkan oleh Imam Ahmad (I/392-393), Abu Dawud (no. 1097, 2118), an-Nasa-I (III/104-105), at-Tirmidzi (no. 1105), Ibnu Majah (no. 1892), al-Hakim (II/182-183), ath-Thayalisi (no. 336), Abu Ya’la (no. 5211), ad-Darimi (II/142) dan al-Baihaqi (III/214, VII/146), dari Sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. Hadits ini shahih.


Mengapa kita harus menjadi wanita yang didambakan Islam???
1. Banyak orang-orang yang tidak bertakwa kepada ALLAH yang mengatakan bahwa Islam tidak memuliakan wanita, cacian dan hinakan yang mereka lontarkan. Sungguh kotor perkataan mereka itu.
2. Banyak di antara wanita yang tidak bertakwa kepada ALLAH.
3. Kebanyakan penduduk neraka adalah wanita.

حَدَّثَنَا هَنَّادٌ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ الْحَارِثِ بْنِ الْمُصْطَلِقِ عَنْ ابْنِ أَخِي زَيْنَبَ امْرَأَةِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ زَيْنَبَ امْرَأَةِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَتْ
خَطَبَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ وَلَوْ مِنْ حُلِيِّكُنَّ فَإِنَّكُنَّ أَكْثَرُ أَهْلِ جَهَنَّمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ قَال سَمِعْتُ أَبَا وَائِلٍ يُحَدِّثُ عَنْ عَمْرِو بْنِ الْحَارِثِ ابْنِ أَخِي زَيْنَبَ امْرَأَةِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ زَيْنَبَ امْرَأَةِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَهُ قَالَ أَبُو عِيسَى وَهَذَا أَصَحُّ مِنْ حَدِيثِ أَبِي مُعَاوِيَةَ وَأَبُو مُعَاوِيَةَ وَهِمَ فِي حَدِيثِهِ فَقَالَ عَنْ عَمْرِو بْنِ الْحَارِثِ عَنْ ابْنِ أَخِي زَيْنَبَ وَالصَّحِيحُ إِنَّمَا هُوَ عَنْ عَمْرِو بْنِ الْحَارِثِ إِبْنِ أَخِي زَيْنَبَ وَقَدْ رُوِيَ عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ رَأَى فِي الْحُلِيِّ زَكَاةً وَفِي إِسْنَادِ هَذَا الْحَدِيثِ مَقَالٌ وَاخْتَلَفَ أَهْلُ الْعِلْمِ فِي ذَلِكَ فَرَأَى بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالتَّابِعِينَ فِي الْحُلِيِّ زَكَاةَ مَا كَانَ مِنْهُ ذَهَبٌ وَفِضَّةٌ وَبِهِ يَقُولُ سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ و قَالَ بَعْضُ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْهُمْ ابْنُ عُمَرَ وَعَائِشَةُ وَجَابِرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ وَأَنَسُ بْنُ مَالِكٍ لَيْسَ فِي الْحُلِيِّ زَكَاةٌ وَهَكَذَا رُوِيَ عَنْ بَعْضِ فُقَهَاءِ التَّابِعِينَ وَبِهِ يَقُولُ مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ وَالشَّافِعِيُّ وَأَحْمَدُ وَإِسْحَقُ
Telah menceritakan kepada kami Hannad telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah dari Al A'masy dari Abu Wa'il dari Amru bin Al Harits bin Mushthaliq dari anak saudaranya Zainab istri Abdullah dari Zainab istri Abdullah bin Mas'ud dia berkata: Rasululah Shallallaahu 'alaihi wasallam berpidato dihadapan para wanita, beliau bersabda: "Wahai para wanita bersedekahlah walaupun dengan perhiasan kalian, karena sesungguhnya kebanyakan penghuni neraka Jahannam terdiri dari para wanita." Telah menceritakan kepada kami Mahmud bin Ghailan telah menceritakan kepada kami Abu Daud dari Syu'bah dari A'masy dia berkata, saya mendengar Abu Wa`il meriwayatkan sebuah hadits dari Amru bin Al Harits anak saudaranya Zainab dari Zainab istri Abdullah bin Mas'ud dari Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam seperti hadits diatas. Abu 'Isa berkata, riwayat ini lebih shahih dari hadits Abu Mu'awiyah, karena teradapat wahm (keraguan) pada hadits Abu Mu'awiyah, dia meriwayatkan dari Amru bin Harits dari anak saudaranya Zainab, namun yang benar ialah dari Amru bin Harits anak saudaranya Zainab. Hadits ini telah diriwayatkan dari Amru bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya dari Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam sesungguhnya dia berpendapat wajibnya zakat perhiasan, namun pada sanad hadits ini terdapat cela. Para ulama berbeda pendapat, sebagian ulama dari kalangan sahabat Nabi Shalallahu 'alaihi wa salam dan tabi'in seperti Sufyan Ats Tsauri berpendapat wajibnya zakat perhiasan yang terbuat dari emas dan perak, dan sebagian sahabat Nabi Shalallahu 'alaihi wa salam seperti Ibnu Umar, Aisyah, Jabir bin Abdillah dan Malik bin Anas serta sebagian fuqaha seperti Malik bin Anas, Syafi'i, Ahmad dan Ishaq berpendapat tidak wajibnya zakat perhiasan. [HR. At-Tirmidzi (no.575) via software Lidwa' Ensiklopedia Hadits.]

Keistimewaan Islam, yaitu bahwa Islam memberikan kepada semua orang untuk diberikan hak-haknya. Di antaranya yang diberikan haknya adalah wanita. Saudariku, tahukah engkau bahwa saat Islam belum datang atau pada saat zaman Jahiliyyah, wanita itu tidak ada harganya, tidak mendapatkan haknya, tidak memperoleh harta warisan dan yang paling utama bahwa wanita pada zaman Jahiliyyah dianggap aib oleh masyarakatnya karena wanita tidak berperang, tidak memperoleh ghanimah (harta rampasan perang). Anak-anak perempuan yang lahir akan dikubur hidup-hidup, seakan-akan anak-anak perempuan merupakan aib yang harus dimusnahkan. ALLAH berfirman:

وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُم بِالْأُنثَىٰ ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ [١٦:٥٨] يَتَوَارَىٰ مِنَ الْقَوْمِ مِن سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ ۚ أَيُمْسِكُهُ عَلَىٰ هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ ۗ أَلَا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ [١٦:٥٩]
“Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)?. Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” (QS. An-Nahl: 58-59)

وَإِذَا الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ [٨١:٨] بِأَيِّ ذَنبٍ قُتِلَتْ [٨١:٩]
“Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh.” (QS. At-Takwir: 8-9)

Dan dari al-Mughirah bin Syu'bah radhiyallahu 'anhu: Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya ALLAH telah mengharamkan bagi kalian untuk durhaka kepada para ibu, mengubur hidup-hidup anak-anak perempuan, serta melarang dan menuntut. Dan ALLAH tidak suka ucapan qiila wa qaalah (banyak bergosip), banyak bertanya, dan menghamburkan harta.” Muttafaq 'alaih. [SHAHIH: Diriwayatkan oleh Bukhari (5975) dalam al-Adab, Muslim (593) dalam al-Aqdhiyah.]

Tak hanya itu saja, pada zaman Jahiliyyah, para wanita dijadikan sebagai harta warisan setelah suaminya meninggal dunia layaknya barang yang tidak bernilai. Dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhu, ia berkata: “Apabila ayah atau mertua seorang laki-laki meninggal dunia, maka laki-laki itu lebih berhak mendapatkan bekas istri ayah atau mertuanya tersebut. Laki-laki itu berkuasa total atas perempuan tersebut, jika ingin menahannya maka ia bisa melakukannya atau mengurungnya sampai sang perempuan menebus diri dengan maharnya. Atau, apabila perempuan tersebut meninggal maka ia mengambil seluruh hartanya.” Menikahi istri-istri ayah sendiri (setelah ayah meninggal dunia) bukan sesuatu yang asing dalam tradisi masyarakat Jahiliyyah. Orang-orang Arab Badui banyak melakukan hal tersebut. ALLAH Azza Wa Jalla kemudian melarangnya dengan firman-Nya:

وَلَا تَنكِحُوا مَا نَكَحَ آبَاؤُكُم مِّنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۚ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَاءَ سَبِيلًا [٤:٢٢]
“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).” (QS. An-Nisa': 22)

Pada zaman Jahiliyyah, masalah pernikahan begitu bebas. Sama sekali tidak ada batasan jumlah istri. Demikian pula halnya dengan talak/cerai. Sang suami berhak mentalak dan merujuk sekehendak hatinya, kapan saja ia mau melakukannya. Apabila sang suami meninggal dunia, maka sang istri harus berdiam diri di rumah selama satu tahun penuh. Dalam masa-masa ini, ia dilarang memakai minyak wangi, mengenakan pakaian indah, menyisir rambut, dan memotong kukunya.

Zainab radhiyallahu 'anha menuturkan bahwasanya ia mendengar Ummu Salamah radhiyallahu 'anha berkata: “Suatu hari, seorang perempuan datang menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu bertanya: 'Wahai Rasulullah, anak perempuanku ditinggal mati suaminya dan matanya sakit. Bolehkah aku mencelakinya?' Beliau menjawab: 'Jangan.' 'Sesungguhnya 'iddah-nya adalah empat bulan sepuluh hari. Pada masa Jahiliyyah, salah seorang perempuan di antara kalian melemparkan kotoran unta di awal tahun,' lanjut beliau.” Humaid bertanya kepada Zainab: “Apa yang dimaksud dengan 'melemparkan kotoran unta di awal tahun'?” Zainab menjawab: “Apabila seorang perempuan ditinggal mati suaminya, ia harus mengurung diri di sebuah rumah kecil yang sempit, mengenakan pakaian yang paling buruk, dan dilarang memakai mewangian, selama satu tahun penuh. Setelah itu, ia dibawakan seekor keledai, kambing, atau burung, untuk ia usap. Semua yang tersentuh kulitnya pasti mati. Selanjutnya, ia keluar dari rumah itu, diberi kotoran, lalu ia melemparkannya. Sesudah itu, ia bisa dinikahi orang lain sehabis memakai mewangian atau lainnya yang ia inginkan.” [HR. Al-Bukhari (no.5337) dan Muslim (no.1489).]

Saudariku, tahukah engkau bahwa di negara-negara lain pun wanita tidak ada harganya? Diperlakukan sebagai budak, dan perlakuan biadab lainnya. Akan aku nukilkan bagaimana dahulu bangsa-bangsa lain memperlakukan wanita dari kitab al-Mar'ah bainal Jahiliyyah wal Islam karya Muhammad an-Nashir, Khaulah Durwaisy (hlm. 1-5), 'Audatul Hijaab (II/47), dan al-Mar'ah, maadza ba'das Suquuth (hlm.17) atau dalam kitab Zhulmul Mar'ah karya Muhammad bin 'Abdullah al-Habdan yang diterbitkan oleh Daarul Muhaddits, Riyadh, Arab Saudi atau dalam edisi terjemahan Indonesia dengan kitab sama yang berjudul Melawan Kezhaliman terhadap Wanita karya Muhammad bin 'Abdullah al-Habdan (hlm. 32-36) yang diterbitkan Pustaka Imam Syafi'i, Jakarta, Indonesia.

Perempuan di kalangan bangsa Yunani
Di antara bentuk kezhaliman terhadap perempuan pada waktu itu adalah:
1. Kaum perempuan mereka permalukan dan hinadinakan, sampai-sampai mereka menyebutnya sebagai kotoran dan makhluk yang lahir dari perbuatan syaithan.
2. Mereka memperjualbelikan di pasar-pasar.
3. Hak mereka untuk memperoleh warisan dan mengelola harta ditiadakan.

Perempuan di kalangan bangsa Romawi
Beberapa model kezhaliman terhadap perempuan pada kala itu antara lain:
1. Seorang ayah tidak harus menisbatkan nama anak perempuannya kepada dirinya. Bayi perempuan kala itu ditaruh di bawah telapak kaki sang ayah. Apabila sang ayah mengangkatnya, berarti ia menerimanya. Apabila tidak, berarti sang ayah menolaknya. Bayi perempuan yang ditolak lalu ditelantarkan begitu saja sampai mati kelaparan, kehausan, kepanasan tersengat sinar matahari, atau kedinginan saat musim dingin.
2. Seumur hidupnya, anak perempuan harus terus-menerus tunduk kepada ayahnya.
3. Kaum laki-laki bangsa Romawi menyebut perempuan sebagai makhluk tidak bernyawa. Oleh karena itu, mereka menyiksanya dengan berbagai macam cara. Ada yang menyiramkan minyak panas ke tubuhnya. Ada yang mengikatnya di tiang. Bahkan, ada yang mengikat para perempuan baik-baik dengan tali ke ekor-ekor kuda, lalu menyeretnya jauh-jauh hingga nyawanya melayang.

Perempuan di kalangan bangsa China klasik
Di antara bentuk kezhaliman terhadap perempuan pada masa itu adalah:
1. Seorang laki-laki berhak menjual istrinya layaknya seorang budak perempuan.
2. Apabila suami seorang perempuan meninggal dunia, maka keluarganya berhak menguasai dirinya layaknya harta warisan.
3. Seorang suami berhak mengubur istrinya hidup-hidup.

Perempuan di kalangan ummat Hindu
Bentuk-bentuk kezhaliman terhadap perempuan saat itu di antaranya:
1. Seorang istri harus ikut mati pada hari suaminya mati. Ia juga harus dibakar hidup-hidup berbarengan dengan jasad suaminya dalam satu api.
2. Menurut ummat Hindu, perempuan dianggap sebagai makhluk yang selamanya tidak berdaya.

Perempuan di kalangan bangsa Persia
Beberapa bentuk kezhaliman terhadap perempuan pada masa itu di antaranya:
1. Bolehnya menikahi perempuan-perempuan mahram (ibu kandung, ibu susuan, saudara kandung (kakak/adik kandung), saudara sepersusuan, bibi dari pihak ibu kandung & ayah kandung, nenek kandung).
2. Bolehnya memiliki banyak gundik dan perempuan simpanan (selingkuhan).
3. Mengasingkan perempuan yang tengah haidh ke sebuah tempat yang jauh di luar kota. Tidak ada seorang pun yang boleh berinteraksi dengannya, kecuali para pelayan yang mengantarkan makanan kepadanya.
4. Laki-laki berhak memperlakukan perempuan seenaknya sendiri, sampai-sampai ia berhak memutuskan hukuman mati atau membiarkan perempuan tetap hidup.

Perempuan di kalangan kaum Yahudi
Di antara bentuk kezhaliman terhadap perempuan di saat itu adalah:
1. Menurut sebagian mereka, seorang anak perempuan berada di kasta pembantu.
2. Seorang ayah berhak menjual anak perempuannya, sementara sang anak tidak bisa berbuat apa-apa.
3. Anak perempuan tidak berhak mendapatkan harta warisan, kecuali ayahnya tidak memiliki cucu laki-laki. Selama masih ada cucu laki-laki, maka si ayah tidak akan memberikan harta warisan seumur hidupnya kepada anak perempuannya.
4. Perempuan dianggap sebagai sosok terkutuk sebab ia yang telah merayu Adam.
5. Perempuan yang sedang haidh tidak boleh duduk di majelis, tidak boleh diberi makanan, dan tidak boleh menyentuh bejana agar tidak menjadi najis.
6. Sebagian kaum laki-laki mereka mendirikan kemah untuk perempuan yang sedang haidh. Kemudian, mereka meletakkan roti dan air minum di depannya. Ia akan terus disitu sampai suci dari haidhnya.

Perempuan di kalangan ummat Nashrani
Bentuk kezhaliman terhadap perempuan kala itu di antaranya:
1. Mereka menyebut perempuan sebagai gerbang syaithan. Mereka juga mengganggap bahwa berinteraksi dengannya merupakan perkara najis.
2. Mereka merendahkan, melecehkan, dan menginjak-injak kehormatan perempuan, sampai-sampai mereka mengadakan kongres untuk membahas layak tidaknya perempuan disebut manusia. Juga, membahas ada tidaknya roh dalam dirinya. Jika ia mempunyai roh, apakah roh tersebut bersifat hewani atau insani? Jika bersifat insani, apakah kedudukannya sama dengan roh kaum pria atau lebih rendah? Akhirnya, kongres itu memutuskan bahwa perempuan adalah manusia hanya saja ia diciptakan semata-mata untuk melayani laki-laki.
3. Dalam Undang-Undang Perancis, perempuan dianggap tidak produktif.
4. Dalam Undang-Undang Inggris, seorang suami berhak menjual istrinya sendiri.
5. Undang-Undang Inggris terus berlaku seperti itu sampai kira-kira pertengahan satu abad yang lalu. Perempuan tidak memperoleh hak-hak individualnya sama sekali. Ia tidak berhak atas harta benda hasil usahanya. Ia juga tidak berhak memiliki apa pun hingga pakaian-pakaian yang dikenakannya.

Saudariku, sungguh aku merasa sangat sedih dan miris karena wanita-wanita zaman sekarang pun sebenarnya masih dianggap tidak ada harganya dengan dijadikannya para wanita sebagai bisnis. Coba engkau perhatikan, di iklan-iklan, bungkus shampoo, bungkus sabun, selalu wanita yang dijadikan objek untuk mendongrak penjualan produk-produk tersebut. Tidakkah engkau sadar, wahai saudariku bahwa wanita telah diinjak-injak harga dirinya hanya karena dunia. Bentuknya memang berbeda dengan zaman Jahiliyyah dahulu, namun hakikatnya tetap sama bahwa wanita tidak ada harganya... Wal iyyadzubillah...


Saudariku, ALLAH Ta'ala Yang Maha Adil menciptakan wanita dengan segala kekurangan dan kelemahannya. Ia butuh kelembutan, belaian sayang dari para suaminya karena wanita diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. Sikap lemah lembut ini merupakan rahmat dari ALLAH Subhanahu Wa Ta’ala sebagaimana kalam-Nya ketika memuji Rasul-Nya yang mulia:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظاًّ غَلِيْظَ الْقَلْبِ لاَنْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ
“Karena disebabkan rahmat Allah lah engkau dapat bersikap lemah lembut dan lunak kepada mereka. Sekiranya engkau itu adalah seorang yang kaku, keras lagi berhati kasar, tentu mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (Ali ‘Imran: 159)


Dalam tanzil-Nya, Allah subhanahu wa ta`ala juga memerintahkan seorang suami untuk bergaul dengan istrinya dengan cara yang baik.
وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ
“Dan bergaullah dengan mereka (para istri) dengan cara yang baik.” (An-Nisa: 19)


Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan ayat di atas, menyatakan: “Yakni perindah ucapan kalian terhadap mereka (para istri) dan perbagus perbuatan dan penampilan kalian sesuai kadar kemampuan. Sebagaimana engkau menyukai bila ia (istri) berbuat demikian, maka engkau (semestinya) juga berbuat hal yang sama. Allah ta`ala berfirman dalam hal ini:
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِيْ عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِ
“Dan para istri memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma`ruf.” (Al-Baqarah: 228 )


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri telah bersabda:
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ, وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِيْ
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya (istrinya). Dan aku adalah orang yang paling baik di antara kalian terhadap keluargaku (istriku).”

Termasuk akhlak Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau sangat baik hubungannya dengan para istrinya. Wajahnya senantiasa berseri-seri, suka bersenda gurau dan bercumbu rayu dengan istri, bersikap lembut terhadap mereka dan melapangkan mereka dalam hal nafkah serta tertawa bersama istri-istrinya. Sampai-sampai, beliau pernah mengajak ‘Aisyah Ummul Mukminin berlomba, untuk menunjukkan cinta dan kasih sayang beliau terhadapnya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/477)

Masih menurut Al-Hafidz Ibnu Katsir: “(Termasuk cara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam memperlakukan para istrinya secara baik) setiap malam beliau biasa mengumpulkan para istrinya di rumah istri yang mendapat giliran malam itu. Hingga terkadang pada sebagian waktu, beliau dapat makan malam bersama mereka. Setelah itu, masing-masing istrinya pun kembali ke rumah. Beliau pernah tidur bersama salah seorang istrinya dalam satu pakaian. Beliau meletakkan rida (semacam pakaian ihram bagian atas)-nya dari kedua pundaknya, dan tidur dengan kain/ sarung. Dan biasanya setelah shalat ‘Isya, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam masuk rumah dan berbincang-bincang sejenak dengan istrinya sebelum tidur guna menyenangkan mereka. (Tafsir Ibnu Katsir, 1/477)


Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa`di rahimahullah berkata: “Ayat Allah ta`ala: وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ
(Dan bergaullah dengan mereka (para istri) dengan cara yang ma`ruf) meliputi pergaulan dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Karena itu, sepantasnya bagi suami untuk mempergauli istrinya dengan cara yang ma`ruf, menemani dan menyertai (hari-hari bersamanya) dengan baik, menahan gangguan terhadapnya (tidak menyakitinya), mencurahkan kebaikan dan memperbagus hubungan dengannya, termasuk dalam hal ini pemberian nafkah, pakaian dan semisalnya. Dan hal ini berbeda-beda sesuai dengan perbedaan keadaan.” (Taisir Al-Karimirir Rahman, hal. 172)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sendiri menjadikan ukuran kebaikan seseorang bila ia dapat bersikap baik terhadap istrinya. Beliau pernah bersabda:
أَكْمَلُ المُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنَسَائِهِمْ
“Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya di antara mereka. Dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya.” (HR. Ahmad 2/527, At-Tirmidzi no. 1172. Dihasankan oleh Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah dalam Ash-Shahihul Musnad, 2/336-337)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyatakan:
خِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنَسَائِهِمْ
karena para istri adalah makhluk Allah yang lemah sehingga sepantasnya menjadi tempat curahan kasih sayang. (Tuhfatul Ahwadzi, 4/273)


Di sisi lain, beliau shallallahu alaihi wasallam memerintahkan untuk berhias dengan kelembutan, sebagaimana tuntunan beliau kepada istrinya Aisyah:
عَلَيْكِ بِالرِّفْقِ
“Hendaklah engkau bersikap lembut .” (Shahih, HR. Muslim no. 2594)


Dan beliau shallallahu alaihi wasallam menyatakan:
إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُوْنَ فِي شَيْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلاَّ شَانَهُ
“Sesungguhnya kelembutan itu tidaklah ada pada sesuatu melainkan ia akan menghiasinya (menjadikan sesuatu itu indah). Dan tidaklah dihilangkan kelembutan itu dari sesuatu melainkan akan memperjeleknya.” (Shahih, HR. Muslim no. 2594)

إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي اْلأَمْرِ كُلِّهِ
“Sesungguhnya Allah mencintai kelembutan dalam segala hal.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 6024)


وَيُعْطِي عَلَى الرِّفْقِ مَا لاَ يُعْطِي عَلَى الْعُنْفِ وَمَا لاَ يُعْطِي عَلَى سِوَاهُ
“Dan Allah memberikan kepada sikap lembut itu dengan apa yang tidak Dia berikan kepada sikap kaku/ kasar dan dengan apa yang tidak Dia berikan kepada selainnya.” (Shahih, HR. Muslim no. 2593)

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: “Dalam hadits-hadits ini menunjukkan keutamaan sikap lemah lembut (ar-rifq dengan makna yang telah disebutkan, red) dan penekanan untuk berakhlak dengannya. Serta celaan terhadap sikap keras, kaku, dan bengis. Kelembutan merupakan sebab setiap kebaikan. Yang dimaksud dengan Allah memberikan kepada sikap lembut ini adalah Allah memberikan pahala atasnya dengan pahala yang tidak diberikan kepada selainnya.

Al-Qadhi berkata: “Maknanya dengan kebaikan tersebut akan dimudahkan tercapainya tujuan-tujuan yang diinginkan dan akan dimudahkan segala tuntutan, maksud dan tujuan yang ada. Di mana hal ini tidak dimudahkan dan tidak disediakan untuk yang selainnya.” (Syarah Shahih Muslim, 16/145)


Wanita butuh dibimbing dan diluruskan karena ia merupakan makhluk yang diciptakan dari tulang yang bengkok, jangan dibiarkan karena jika dibiarkan, ia akan bertambah bengkok. Namun meluruskannya butuh kelembutan dan kesabaran agar ia tidak patah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
المرْأَةُ كَالضِّلَعِ إِنْ أَقَمْتَهَا كَسَرْتَهَا, وَإِنِ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اِسْتَمْتَعْتَ بِهَا وَفِيْهَا عِوَجٌ
“Wanita itu seperti tulang rusuk, bila engkau meluruskannya engkau akan mematahkannya. Dan bila engkau ingin bersenang-senang dengannya, engkau dapat bersenang-senang dengannya namun pada dirinya ada kebengkokan.”

Demikian disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits yang diriwayatkan Al-Imam Al-Bukhari dalam Shahih-nya (no. 5184) dan Al-Imam Muslim dalam Shahih-nya (no. 1468 ). Dan hadits ini diberi judul bab oleh Al-Imam Al-Bukhari dengan bab Al-Mudarah ma`an Nisa (Bersikap baik, ramah dan lemah lembut terhadap para istri).
Rasul yang mulia, shallallahu ‘alaihi wasallam, juga bersabda:

وَاسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا فَإِنَّهُنَّ خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلاهُ, فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيْمُهُ كَسَرْتَهُ, وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ فَاسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا
“Berwasiatlah kalian kepada para wanita (istri) karena mereka itu diciptakan dari tulang rusuk. Dan bagian yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah bagian yang paling atas. Bila engkau paksakan untuk meluruskannya, maka engkau akan mematahkannya. Namun bila engkau biarkan begitu saja (tidak engkau luruskan) maka dia akan terus menerus bengkok. Karena itu berwasiatlah kalian kepada para wanita (istri).” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 5186 dan Muslim no. 1468 )


Dalam riwayat Muslim disebutkan:
وَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيْمُهُ كَسَرْتَهُ وَكَسْرُهَا طَلاقُهَا
“Dan bila engkau paksakan untuk meluruskannya, maka engkau akan mematahkannya. Dan patahnya adalah dengan menceraikannya.”


إِنَّ الْمَرْأَةََ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ, لَنْ تَسْتَقِيْمَ لَكَ عَلَى طَرِيْقَةٍ, فَإِنِ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اِسْتَمْتَعْتَ بِهَا وَفِيْهَا عِوَجٌ, وَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيْمُهَا كَسَرْتَهَا وَكَسْرُهَا طَلاَقُهَا))
“Sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang rusuk, ia tidak bisa lurus bersamamu di atas satu jalan. Jika kamu menikmatinya maka kamu menikmatinya dalam kondisi bengkok, namun bila anda ingin meluruskannya, maka boleh jadi patah dan patahnya adalah talak.” (Shohih, diriwayatkan Imam Muslim dalam Shohih-nya: 3631)

Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-’Asqalani rahimahullah berkata: “Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (فَاسْتَوْصُوْا) maksudnya adalah aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik dengan para wanita (istri). Maka terimalah wasiatku ini berkenaan dengan diri mereka, dan amalkanlah.”

Beliau melanjutkan: “Dan dalam sabda Nabi (بِالنِّسَاءِ خَيْرًا ) seakan-akan ada isyarat agar suami meluruskan istrinya dengan lembut, tidak berlebih-lebihan hingga mematahkannya. Dan tidak pula membiarkannya hingga ia terus menerus di atas kebengkokannya.” (Fathul Bari, 9/306)

Dalam hadits ini juga ada beberapa faidah, di antaranya disukai untuk bersikap baik dan lemah lembut terhadap istri untuk menyenangkan hatinya, Di dalam hadits ini juga menunjukkan bagaimana mendidik wanita dengan memaafkan dan bersabar atas kebengkokan mereka. Siapa yang tidak berupaya meluruskan mereka (dengan cara yang halus), dia tidak akan dapat mengambil manfaat darinya. Padahal, tidak ada seorang pun yang tidak butuh dengan wanita untuk mendapatkan ketenangan bersamanya dan membantu dalam kehidupannya. Hingga seakan-akan Nabi mengatakan: “Merasakan kenikmatan dengan istri tidak akan sempurna kecuali dengan bersabar terhadapnya”. Dan satu faidah lagi yang tidak boleh diabaikan adalah tidak disenangi bagi seorang suami untuk menceraikan istrinya tanpa sebab yang jelas. (Lihat Fathul Bari, 9/306, Syarah Shahih Muslim, 10/57)

Saudariku, sesungguhnya engkau adalah perhiasan yang tak ternilai harganya...

Engkau adalah permata.

Engkau adalah intan.

Engkau adalah berlian.

Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Dunia hanyalah perhiasan, dan tidak ada sedikitpun dari perhiasan dunia yang lebih utama daripada wanita yang shalihah." [HR. Muslim (no.1467) kitab ad-Radhaa', an-Nasa-i (no.3232) kitab an-Nikaah, Ibnu Majah (no.1885) kitab an-Nikaah, dan Ahmad (no.6531).]


حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ الْهَمْدَانِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَزِيدَ حَدَّثَنَا حَيْوَةُ أَخْبَرَنِي شُرَحْبِيلُ بْنُ شَرِيكٍ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحُبُلِيَّ يُحَدِّثُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ

Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Abdullah bin Numair Al Hamdani telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yazid telah menceritakan kepada kami Haiwah telah mengabarkan kepadaku Syurahbil bin Syarik bahwa dia pernah mendengar Abu Abdurrahman Al Hubuli telah bercerita dari Abdullah bin 'Amru bahwasannya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah." [HR. Muslim (no.2668) via software Lidwa' Ensiklopedia Hadits.]


-Bersambung, Insya ALLAH-

Maraji':
- AL-QUR'AN
-
kitab al-Mar'ah bainal Jahiliyyah wal Islam karya Muhammad an-Nashir, Khaulah Durwaisy (hlm. 1-5), 'Audatul Hijaab (II/47), dan al-Mar'ah, maadza ba'das Suquuth (hlm.17) atau dalam kitab Zhulmul Mar'ah karya Muhammad bin 'Abdullah al-Habdan yang diterbitkan oleh Daarul Muhaddits, Riyadh, Arab Saudi atau dalam edisi terjemahan Indonesia dengan kitab sama yang berjudul Melawan Kezhaliman terhadap Wanita karya Muhammad bin 'Abdullah al-Habdan (hlm. 32-36) yang diterbitkan Pustaka Imam Syafi'i, Jakarta, Indonesia.
- Catatan pribadi dari faedah ta'lim Ustadzuna Abu Usamah di Mesjid Amar Ma'ruf Bekasi.

Dari Saudarimu yang Mencintaimu karena ALLAH Azza Wa Jalla,
Ummu Zahratin Nisa Lathifah Annisa Nur Fitriyani Bintu Bambang Setiawan
Ditulis pada Minggu, 31 Juli 2011
Selesai pada Selasa, 15 Agustus 2011
Di Rumahku, Kebebasanku, Bekasi.

1 comments:

Unknown said...

good ...join ya http://chinkychya-homez17.blogspot.com/

Abul Qa’qa’ mengatakan

و من هنا ينبغي للمرء أن يبحث له عن زميل صالح, و خل جاد ناصح, بحيث يكونان متلازمين في أغلب الأوقات, و يحث كل منهما صاحبه على الطلب و التحصيل, و يشد كل منهما من أزر الآخر و يسد كل منهما الآخر إن أخطأ, و يعينه و يحفزه إن أصاب و وفق, و يغيب كل منهما للآخر ما حفظه من العلم, و يقرآن سوياً, و يراجعان سويا, و يبحثان المسائل, و يحققا سويا

“Seseorang harus mencari kawan yang shalih, rajin dan suka menasehati, agar (ia) selalu bisa bersamanya pada sebagian besar waktunya, saling memotivasi dalam belajar dan saling menguatkan semangat sesamanya, mengingatkannya bila ia salah, dan mendukungnya bila ia benar dan mengevaluasi apa yang telah ia hafal, baca, diskusikan, dan kaji tentang sebuah permasalahan dengan selalu bersama-sama."

[كيف تتحمس لطلب العلم الشرعي/Kaifa Tatahammas Li Thalabil ‘Ilmi Asy-Syar’i/. محمد بن صالح بن إسحاق الصيعري / Muhammad ibn Shalih ibn Ishaq Ash-Shi’ri /. 1419 H. فهرسة مكتبة الملك فهد الوطنية أثناء النشر /Fahrasah Maktabah Al-Malik Fahd Al-Wathaniyyah Ats-naa`a An-Nasyr.]