Beberapa Kisah Untuk 'Makanan Hati dan Jiwa'
1. Dari Abu Shalih, dia berkata, “Tatkala penduduk Yaman datang ke Madinah pada masa pemerintahan khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu’anhu, mereka mendengarkan al-Qur’an, lalu menangis. Kemudian Abu Bakar pun berkata, ‘Seperti inilah keadaan kami (para shahabat dahulu), kemudian setelah zaman berlalu mengeraslah kebanyakan hati manusia’.” [diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah]
2. Asy-Sya’bi berkata bahwa Umar bin Khaththab radhiyallahu’anhu pernah mendengarkan seorang laki-laki sedang membaca,
Artinya: “Sesungguhnya azab Rabbmu pasti terjadi. Tidak seorang pun yang dapat menolaknya.” [QS. Ath-Thur: 7-8]
Kemudian Umar pun menangis dan tangisannya semakin menjadi-jadi. Maka ditanya tentang hal tersebut. Ia pun menjawab, “Tinggalkan aku sendiri! Karena aku telah mendengar sumpah yang haq itu dari Rabbku.”
4. Al-Marwadzi menuturkan bahwa Imam Ahmad rahimahullah jika mengingat kematian, air matanya tak dapat tertahankan. Ia berkata, “Ketakutan menghalangi aku dari makan dan minum. Apabila aku mengenang kematian menjadi hinalah seluruh isi dunia di hadapanku. Sesungguhnya ia hanyalah makanan dan pakaian (yang tiada artinya dibandingkan dengan yang ada di akhirat). Sesungguhnya hari-hari di dunia adalah hari-hari yang sedikit tidak sebanding dengan kefakiran, kalau sekiranya aku menemukan suatu jalan niscaya aku akan keluar dari jalan tersebut sehingga aku tidak akan pernah mengenang kematian.”
5. Dari Abu Raja’ al-Utharidi, dia menuturkan, “Tempat mengalirnya air mata Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu seperti tali sandal yang usang karena banyaknya air mata yang mengalir.”
6. Al-Hasan al-Bashri rahimahullah melihat seorang pemuda sedang tertawa terbahak-bahak. Maka al-Hasan berkata kepadanya, “Wahai anak muda, apakah kamu telah melewati sirath (titian menuju surga yang terbentang di atas neraka, pent)?”
“Tidak,” jawab sang pemuda. Al-Hasan bertanya lagi, “Apakah engkau mengetahui bahwa dirimu termasuk penghuni surga atau penghuni neraka?”
“Tidak juga,” ujar sang pemuda. “Lalu mengapa kamu tertawa seperti itu,” kata al-Hasan. Setelah peristiwa itu, si pemuda tidak pernah tertawa lagi hingga maut menjemputnya.
Itulah beberapa kisah mereka yang patut kita contoh. Namun jangan lupa untuk menyembunyikan amalan hati ini agar kita terlepas dari penyakit riya’ dan ujub. Berusahalah untuk menyembunyikan tangisan semampunya. Jika tak mampu maka berdoalah dengan doa berikut ini:
Artinya: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari menyekutukan-Mu dengan sesuatu pun, sementara aku mengetahuinya. Dan aku memohon ampunan-Mu dari perbuatan syirik yang tidak aku sadari.” [HR. al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad, Abu Ya'la dan adh-Dhiya' dalam al-Mukhtar].
Masih banyak lagi kisah-kisah mereka yang menggetarkan hati. InsyaAllah kisahnya lebih selamat bagi kita...
Onde-onde Ketawa
7 years ago
0 comments:
Post a Comment